A. Senyawa Kiral
Senyawa Kiral adalah ketika empat ligan yang berbeda terikat kepada karbon tetravalent, menghasilkan molekul asimetris yang mana atom karbon sebagai pusat asimetrisnya. Gambar berikut menunjukkan dua isomer optik yang membuktikan adanya ligan yang berbeda disekitar pusat kiral (Fanali S).
Enantiomer adalah dua stereoisomer yang mana memperlihatkan tidak dapat dihimpitkan terhadap bayangan cerminnya. Diastereomers pada umumnya memiliki paling tidak dua pusat asimetris (satu diantaranya mempunyai konfigurasi yang sama) dan bukan merupakan bayangan cerminnya. Sebagian besar umumnya pusat kiral adalah diwakili oleh karbon tetrahedral, meskipun atom lain, seperti nitrogen, sulfur, dan phosphate, bisa ditemukan dalam stereoisomer. Senyawa yang memiliki sedikitnya dua enantiomer adalah senyawa kiral (Fanali S).
Sifat utama dari stereoisomer adalah diwakili oleh perputaran cahaya terpolarisasi kearah yang berbeda, berlawanan arah jarum jam (levo) dan searah jarum jam (dektro) atau L(-)- isomer dan D(-)- isomer. Menurut ketentuan Fischer, secara luas senyawa gula dan asam amino menggunakan symbol D dan L, dan hal ini berdasarkan pada perbandingan dengan senyawa +(-)-gliseraldehide dan saat ini digunakan juga ketentuan Cahn-Ingold-Prelog menggunakan R da S.
Prelog menggunakan R da S.
Rotasi optik untuk dua enantiomer dalam campuran rasemik adalah sama (tidak memutar arah cahaya polarisasi). Sementara untuk diastereomer tidak sama dengan enantiomer, diastereomers mungkin memiliki perbedaan titik didih, titik beku dan atau kelarutan (Fanali S).
Pemisahan enantiomer dari rasemat, dengan kata lain pemisahan rasemat, adalah masalah biasa dalam penelitian stereokimia seperti halnya pada preparasi senyawa aktif biologi dalam obat. Masalahnya adalah berbeda dengan diastereomer dan tipe jenis isomer lainnya, enantiomer menunjukkan sifat fisika kimia yang sama (Davankov V.A.).
B. Penentuan Konfigurasi Enantiomer (Cairns D, 2004)
1. Ketentuan Fischer
Dengan mengunakan Proyeksi Fischer, sistem penggambaran konfigurasi gugus disekitar pusat kiral yang berbeda (susunan ruang atom atau gugus yang menempel pada karbon kiral), yaitu konvensi D dan L. Metode ini banyak digunakan dalam biokimia dan kimia organik terutama untuk karbohidrat dan asam amino. Gliseraldehida ditetapkan sebagai senyawa standar untuk menentukan konfigurasi semua karbohidrat. Proyeksi Fischer terhadap gliseraldehida dengan rantai karbon digambarkan secara vertical, dengan karbon yang paling teroksidasi (aldehid) berada pada bagian paling atas. Gugus OH pada pusat kiral digambarkan padasisi sebelah kanan untuk isomer D dan sisi sebelah kiri untuk isomer L. Ini berarti setiap gula yang memiliki stereokimia yang sama dengan D-gliseraldehida termasuk gula seri D (misalnya D-glukosa), sedangkan gula yang memiliki stereokimia yang sama dengan L-gliseraldehida termasuk gula seri L.
Situasi ini analog untuk asam amino, jika proyeksi Fischer digambarkan (rantai karbon vertikal dengan atom karbon yang paling teroksidasi berada paling atas), maka semua asam amino “alami” yang ditemukan dalam protein manusia, diketahui memiliki gugus NH3+pada posisi sebelah kiri proyeksi Fischer, yang sama dengan L-gliseraldehida, sehingga asam-asam amino ini dikenal sebagai asam amino seri L. Hal ini sangat menguntungkan dan bermanfaat dibidang kesehatan, khususnya bidang Farmasi dalam hal rancangan obat dengan uji toksisitas selektif, di mana diketahui asam amino pada mikroorganisme memiliki konfigurasi yang berlawanan yaitu seri D, sebagai contoh Penisillin yang menghambat enzim transpeptidase dalam sintesis dinding sel mikroba, hal ini berhubungan dengan dipeptida D-alanin-D-alanin dari dinding sel mikroba yang mirip dengan struktur penisillin. Sehingga penisilin tidak toksik terhadap manusia yang memiliki L-alanin dalam protein tubuh.
2. Ketentuan Cahn-Ingold-Prelog
Sistem yang paling sukses untuk menunjukkan konfigurasi senyawa-senyawa umum adalah konvensi Cahn-Ingold-Prelog. System ini menggunakan huruf R atau S untuk setiap pusat kiral dalam molekul dan merupakan pilihan untuk menentukan konfigurasi pusat kiral molekul obat. Penentuan setiap gugus yang melekat pada pusat kiral berdasarkan nomor atom yang bersangkutan. Nomor atom yang lebih berat memiliki prioritas yang lebih utama, sehingga atom hidrogen (H) pada urutan paling akhir. Jika keseluruhan prioritas disekitar kiral pusat telah ditentukan, kemudian dilihat susunan gugus mulai dari yang memiliki priotitas rendah (biasanya H). jika urutan prioritas gugus tersusun menurut arah jarum jam disekitar pusat kiral, karbon kiral menerima konfigurasi R (Rectus) dan jika sebaliknya sebagai konfigurasi S (Sinister).
C. Analisis Senyawa Kiral
Pemisahan enantiomer adalah penelitian yang banyak dilakukan dalam analisis kimia, terutama dalam bidang biologi dan farmasi, karena obat kiral diberikan sebagai sebagai salah satu enantiomer atau sebagai campuran rasemat. Sering kali dua enantiomer dari obat rasemat yang sama memiliki efek farmakologi yang berbeda. Sebagai contoh S(+)-Propanolol sangat lebih aktif dari pada enantiomernya. Anastetik ketamin diberikan sebagai campuran rasemat, dan S(+)-ketamin lebih potensi dari pada R(-)-ketamin, disamping itu bentuk R(-)- menyebabkan efek setelah operasi. Karena efek samping yang mungkin disebabkan oleh hadirnya component campuran dalam rasemat obat, sehingga saat ini kecendrungan industry farmasi dalam mempersiapkan obat dalam satu enantiomer saja. Bagaimanapun hasilnya dari beberapa obat melalui reaksi stereoselektif atau proses penyiapan pemisahan enantiomer bisa memberikan bahan yang tidak murni. Jadi diperlukan metode analisis yang sensitif karena daya pemisahan yang tinggi, diperlukan untuk mengontrol proses sintesis senyawa kiral untuk sediaan farmasi.
Satu pendekatan dalam pemisahan enantiomer, kadang-kadang ditunjukkan sebagai pemisahan enantiomer secara tidak langsung, melibatkan penggabungan enantiomer dengan reagen kiral tambahan untuk mengubah molekul tersebut menjadi diastereomer. Senyawa diastrereomer tersebut bisa kemudian dipisahkan dengan beberapa tehnik pemisahan akiral (Davankov V.A.).
Pada saat ini, metode pemisahan secara langsung biasanya dangan cara yang mana enantiomer ditempatkan dalam lingkungan kiral. Sebagai suatu prinsip penggunaan kiral selektor atau kiral irradiasi (misalnya : sinar cahaya terpolarisasi yang mana terdiri dari dua komponen kiral sirkular yang terpolarisasi) bisa membedakan dengan jelas antara dua enantiomer. Kiral selektor bisa merupakan suatu molekul atau permukaan kiral yang cocok. Dalam kaitannya dengan enantioselektif dari interaksi kedua enantimer, kiral selektor mengubah salah satu dari kedua enantiomer dengan kecepatan berbeda menjadi suatu senyawa kimia baru (kinetik enantioselektif) atau membentuk molekul labil pada stabilitas yang berbeda dengan enantiomer tersebut (termodinamika enantioselektif), atau perubahan bentuk L atau D dengan sistem selektif enzimatis (Davankov V.A.), Cara lain yang sering ditempuh para ahli kimia adalah rute biokimia dengan memakai enzim atau mikroorganisme untuk memproduksi enantiomer murni. Sebagai contoh (R)-Nikotina dapat diperoleh dengan cara menginkubasi campuran rasemik (R)-Nikotina dan (S)-Nikotina dalam wadah berisi bakteri Pseudomonas putida. Bakteri tersebut hanya akan mengoksidasi (S)-Nikotina, sedangkan (R)-Nikotina akan tersisa dalam wadah tersebut (Fendy, 2006).
Metode analisis yang mana telah digunakan untuk proses pemisahan komponen senyawa kiral termasuk High Performance Liquid Chromatografi (HPLC), Gas Chromatografi (GC), Thin Layer Chromatografi (TLC) dan saat ini Capilary Electroforesis (CE) yang terutama digunakan untuk analisis dari golongan komponen yang berbeda, termasuk ion organik dan anorganik, peptide, protein, sakarida, obat, isomer optic dan lainnya. Dalam analisis CE proses pemisahan akan tercapai jika analit, di bawah pengaruh pemberian medan listrik, bergerak kearah detektor dengan kecepatan yang berbeda (Fanali S).
Selain metode CE merupakan analisis dengan daya pemisahan dan efisiensi yang tinggi dan dapat dibandingkan dengan metode lainnya, juga memiliki kelebihan lainnya yaitu : (Fanali S)
- Volume sampel dan buffer yang diperlukan relatif dalam jumlah kecil
- Kolom kiral yang mahal dapat dihindari karena kiral selektor dapat ditambahkan dengan mudah ke BGE (Background Elektrolyte)
- Pemisahannya sangat reproduksibel karena buffer dengan kiral selektor dapat diisi ulang saat proses
Beberapa obat yang beredar dalam bentuk campuran rasemik Contohnya adalah: (Tanujaya H dan Melisa,2009)
1. Obat Thalidomide
Obat ini dipasarkan di Eropa sekira tahun 1959-1962 sebagai obat penenang. Obat ini memiliki dua enantiomer, di mana enantiomer yang berguna sebagai obat penenang adalah (R)-Thalidomide. Tetapi ibu hamil yang mengonsumsi enantiomernya yaitu (S)-Thalidomide justru mengalami masalah dengan pertumbuhan anggota tubuh janinnya. Sedikitnya terjadi 2000 kasus kelahiran bayi cacat pada tahun 1960-an. Hal ini merupakan tragedi besar yang tidak dapat dilupakan dalam sejarah obat-obat kiral.
2. Nikotin
(-)Nikotin dilaporkan lebih beracun dan berbahaya dibandingkan dengan (+)Nikotin. Tanda “+” menyatakan arah rotasi polarimeter sesuai arah jarum jam, sedangkan tanda “-” menyatakan arah rotasi polarimeter berlawanan arah jarum jam.
3. Tiroksin
Tiroksin adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid. (-) Tiroksin meregulasi metabolisme tubuh, sedangkan (+) Tiroksin tidak menghasilkan efek regulasi apa pun.
4. Epinefrin
Epinefrin rasemik merupakan campuran 1:1 d-isomer dan l-isomer epinefrin. Mekanisme aksi epinefrin adalah pada reseptor a adrenergik; terbukti menyebabkan vasokonstriksi dan mengurangi udem. Pengurangan udem mukosa larings akan meningkatkan diameter jalan nafas sehingga stridor inspirasi dan retraksi akan berkurang. L-Epinephrine itu sedikitnya sama efektif seperti epinephrine racemic dalam perawatan laryngotracheitis dan tidak membawa resiko / efek samping tambahan. L-Epinephrine juga lebih tersedia di seluruh dunia, lebih murah, dan dapat direkomendasikan untuk mengobati laryngotracheitis.
Aktivitas biologi dari dextro(+) enansiomer adrenergic agonists (epinefrin) diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan levo(—) enantiomernya.
Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat. Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk dipulangkan jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang masuk normal, kesadaran baik atau jika skor croup <2.
Aktivitas biologi dari dextro(+) enansiomer adrenergic agonists (epinefrin) diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan levo(—) enantiomernya.
Epinefrin rasemik baik untuk mengobati croup derajat sedang dan berat. Penderita yang telah diterapi dengan epinefrin rasemik aman untuk dipulangkan jika dalam 3 jam, tidak terdapat stridor saat istirahat, udara yang masuk normal, kesadaran baik atau jika skor croup <2.
5. Tramadol
Tramadol HCl adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Tramadol merupakan campuran rasemik 1:1 dari 2 enantiomer, Enantiomer (+) tramadol and Enantiomer (-) nya memiliki potensi berbeda terhadap reseptor opioid dan sisi monoamine uptake (Raffa et al., 1993). Enantiomer ( ) tramadol secara cepat termetabolit menjadi mono-O-desmethyltramadol (M1 metabolite ) yang juga berikatan dengan reseptor opioid (Raffa et al., 1995; Gibson, 1996).
Aksi ini nampak untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
Senyawa kiral adalah ketika empat ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik. Artinya suatu stereoisomer
akan menjalani reaksi yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup. Bahkan
terkadang suatu stereoisomer akan
menghasilkan produk yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup (Fendy,
2007).
Penelitian mengenai senyawa
eugenol banyak dilakukan karena sering
dimanfaatkan dalam berbagai industri
sehingga diharapkan dalam penelitian ini
agar didapatkan manfaat metil eugenol
yang lebih optimal sehingga dapat diubah
menjadi bahan dasar untuk pembuatan
senyawa-senyawa yang lebih berdaya
guna salah satunya senyawa 1-(3,4
Dimetoksi Fenil)-2-Propanon yang
merupakan bahan dasar dalam
pembuatan α-metil DOPA. Didalam dunia
kedokteran senyawa α-metil DOPA
digunakan sebagai obat anti Parkinson
(Widowati, 2011).
Senyawa yang analog dengan 1-(3,4-
dimetoksifenil)-2-propanon yaitu 1-(3,4-
metilendioksifenil)-2-propanon telah dapat
buat dari safrol melalui adisi dengan asam
format diikuti dengan hidrolisis dan
oksidasi dengan piridinium klorokromat,
PCC. Metode adisi asam format ini sangat
sederhana untuk dikerjakan dan telah
dicoba untuk metileugenol dalam
pembuatan senyawa dasar 1-(3,4-
dimetoksifenil)-2-propanon yang dari
bahan dasar ini dapat dibuat senyawa
analog L-alfa- metil DOPA (Sohilait dkk,
2005).
Penelitian lain tentang sintesis
metileugenol format yang disintesis
dengan cara formilasi asam format
Andriyani (2008) dan sintesis senyawa 3-
(3,4-dimetoksifenil)-1-propanol yang
disintesis melalui reaksi hidroborasi
metileugenol menggunakan H3B:dietileter
pada suhu 0oC dan kondisi inert untuk
menghasilkan trialkilborana Fatoni (2005),
serta sintesis senyawa 3-(3,4-dimetoksi
fenil)-propanol yang disintesis dengan
reaksi oksidasi menggunakan oksidator
piridinium klorokromat (Ngadiwiyana, dkk,
2007).
Dari sekian banyak turunannya ini
membuktikan bahwa metileugenol dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari cengkeh, terutama
turunannya yang bersifat senyawa yang
kiral dari metileugenol salah satunya yaitu
senyawa (S)-(3,4-dimetoksifenil)-2-
propanol.
Epotilon adalah suatu makrosiklik lakton kelas baru yang menarik oleh karena
daya aktivitasnya sebagai zat anti kanker. Senyawa makrolida ini diisolasi
pertama kali oleh kelompok Höfle dari Myxobacterium Sorangium cellulosum
strain 90 yang diambil dari Sungai Zambezi Afrika Selatan. Berbagai uji
biokimia mengunkapkan bahwa epotilon lebih potensial dibandingkan taksol
dengan efek samping lebih kecil. Setelah konfigurasi absolut epotilon A (I) dan
B (2) dipublikasikan oleh Höfle, dan kawan-kawan, total sintesis epotilon dan
turunanya secara intensif telah dilakukan. Publikasi pertama sintetis epotilon total
oleh Danishefsky dan kawan-kawan, diikuti oleh Nicolou dan kawan-kawan,
dan Shinzer dan kawan-kawan. Meskipun masing-masing kelompok mempunyai
strategi tersendiri, ketiga kelompok tersebut menggunakan reaksi-reaksi olefinmetatesis, makrolaktonisasi, dan aldol sebagai reaksi-reaksi penyambung.
Penelitian berkesinambungan
terhadap senyawa bahan alam yang
diikuti dengan penentuan struktur
menghasilkan bermacam-macam struktur
dan memiliki arti yang fundamental
karena potensi farmakologinya, dan
digunakan untuk pengembangan obatobat baru. Senyawa-senyawa bahan alam
yang hampir tak terbatas jumlahnya
merupakan suatu tantangan bagi para ahli
kimia yang bekerja baik dalam bidang
analitik maupun bidang sintesis. Sintesis
senyawa bahan alam memiliki keuntungan, yakni umumnya dengan
biaya murah dan memberikan hasil yang
dapat direproduksi dengan baik. Selain
itu, sintesis kimia menonjol karena
derivatnya dapat diperoleh dengan baik.
Salah satu pengembangan baru dan
paling penting pada sintesis senyawa
bahan alam dalam beberapa tahun
terakhir ini adalah sintesis senyawa bahan
alam anti-tumor, misalnya Taksol, yang
diperoleh melalui semi sintesis,
Tamoksifen dan Karboplatin
sebagaimana juga epotilon (Gambar 1)
yang baru-baru ini ditemukan [1].
Epotilon merupakan tema yang baru,
menghebohkan, dan menjanjikan dalam
bidang kimia, biologi, dan kedokteran.
Nama epotilon tersusun dari unitunit yang terdapat didalamnya, yaitu:
epoksida, tiazol, dan keton. Epotilon
pertama kali ditemukan oleh ilmuan
kelompok penelitian bioteknologi (GBF)
Braunschweig yang dipimpin oleh ahli
mikrobiologi Hans Reichenbach dan ahli
kimia Gerhard Höfle [2,3]. Epotilon
diisolasi dari ekstrak jaringan jenis
Mycobakterium Sorangium Sellulosum
So ce 90 yang pertama kali ditemukan
pada tahun 1985 di tepi dasar sungai
Sambesi, Afrika Selatan [4]. Ekstrak
jaringan dari Mycobakterium ini
memperlihatkan aktivitas biologi dalam
tes skrining yang sesuai. Struktur-struktur
molekul epotilon telah ditetapkan dengan
metode spektroskopi dan analisis
kristalografi sinar-X [2,3].
Salah satu fenomena yang
menarik adalah ternyata bahwa walaupun
epotilon dan taksol mempunyai struktur
yang berbeda, namun epotilon mengikat
mikrotubulin pada tempat yang sama, dan
bahkan dapat menggantikan taksol pada
daerah ikatannya [5,6]. Pada Tubulin
assay’s menunjukkan bahwa epotilon A
(1) aktifitasnya sama dengan paklitaksel,
tetapi epotilon B (2) ternyata lebih aktif
2000-5000 kali [4,6]. Sejak penemuan
mekanisme aktivitas taksol, hampir 20
tahun yang lalu, epotilon merupakan
bahan pertama yang memperlihatkan efek
stabilisasi mikrotubulin yang sama,
walaupun telah dilakukan penelitian
secara intensif. Perusahaan Merck telah
menyelidiki aktifitas epotilon dan taksol
pada tubulin dan mikrotubulin dan
memperlihatkan bahwa terjadinya polimerisasi menurun dari urutan berikut
ini: epotilon B (2) > epotilon A (1) >
taksol [7,8].
Suatu penelitian dari
Altmann,dkk. (2000) [7] terhadap
aktivitas epotilon sebagai anti-proliferatif
memperlihatkan bahwa epotilon
merupakan zat penghambat yang kuat
untuk pertumbuhan sel pada berbagai
macam sel kanker manusia. Epotilon B
(2) bekerja lebih kuat daripada
paklitaksel (6-25 lipat) dan epotilon A (1)
yang juga mempunyai aktifitas yang luar
biasa [7]. Epotilon kemampuannya lebih
unggul mencegah pembiakan sel kanker
manusia daripada paklitaksel. Umumnya,
epotilon dapat digunakan sebagai obat
kanker biasa sekalipun sel-sel kanker itu
telah resisten. Aktifitasnya terhadap selsel kanker dan tumor sebagai obat yang
konstan menunjukkan bahwa epotilon
memberi arti sebagai klinik yang
potensial dimasa mendatang [7].
HUBUNGAN STRUKTUR DAN
AKTIFITAS EPOTILON
Pada awal penelitian mengenai
epotilon, tidak diketahui bagian mana di
dalam molekul yang relefan dan bagian
mana yang tidak relefan dengan aktivitas
biologisnya. Setelah ratusan turunan
epotilon disintesis dengan waktu yang
relatif tidak lama, berikut aktifitasnya
[9,10], dapat dijelaskan hubungan antara
struktur epotilon dan aktifitas
biologisnya. Gambar 2 menjelaskan suatu
iktisar hubungan struktur dan aktifitas
epotilon yang berasal dari data publikasi
[7]. Di dalam struktur epotilon dapat
ditemukan empat daerah yang sangat
berguna sehubungan dengan aktifitas
biologisnya.
Permasalahan
1.dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol. Mengapa Enantiomer (-) dapat menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic ? Bagaimana peran senyawa kiral nya dalam hal tersebut?
2.Penelitian lain tentang sintesis metileugenol format yang disintesis dengan cara formilasi asam format Andriyani (2008) dan sintesis senyawa 3-(3,4-dimetoksifenil)-1-propanol yang disintesis melalui reaksi hidroborasi metileugenol menggunakan H3B:dietileter pada suhu 0oC dan kondisi inert untuk menghasilkan trialkilborana Fatoni (2005), serta sintesis senyawa 3-(3,4-dimetoksi fenil)-propanol yang disintesis dengan reaksi oksidasi menggunakan oksidator piridinium klorokromat (Ngadiwiyana, dkk, 2007).
ekonomis dari cengkeh, terutama turunannya yang bersifat senyawa yang kiral dari metileugenol salah satunya yaitu senyawa (S)-(3,4-dimetoksifenil)-2-propanol. Mengapa dari sekian banyak turunan metileugenol hanya senyawa(S)-(3,4-dimetoksifenil)-2-propanol yang bersifat kiral setelah disintesis, dan apa saja sebenarnya enantiomer dsri senyawa tersebut?
3.pada sintesis senyawa bahan alam dalam beberapa tahun terakhir ini adalah sintesis senyawa bahan alam anti-tumor, misalnya Taksol, yang diperoleh melalui semi sintesis, Tamoksifen dan Karboplatin sebagaimana juga epotilon (Gambar 1) yang baru-baru ini ditemukan [1]. Epotilon merupakan tema yang baru, menghebohkan, dan menjanjikan dalam bidang kimia, biologi, dan kedokteran.aktivitas epotilon sebagai anti-proliferatif memperlihatkan bahwa epotilon merupakan zat penghambat yang kuat untuk pertumbuhan sel pada berbagai macam sel kanker manusia. Epotilon B bekerja lebih kuat daripada
paklitaksel (6-25 lipat) dan epotilon A yang juga mempunyai aktifitas yang luar biasa. Epotilon kemampuannya lebih unggul mencegah pembiakan sel kanker manusia daripada paklitaksel. Umumnya, epotilon dapat digunakan sebagai obat kanker biasa sekalipun sel-sel kanker itu telah resisten. Bagaimana hubungan antara struktur biologis dan aktifitas dari epitilon ini sehingga ssinstesis dari senyawa ini bisa digunakan sebagai obat kanker yang resisten? Dan dimana letak pudat kiral dari senyawa ini?
Saya akan mencoba menjawab permasalahan 1. Senyawa kiral adalah ketika empat
BalasHapusligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik. Artinya suatu stereoisomer
akan menjalani reaksi yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup. Bahkan
terkadang suatu stereoisomer akan
menghasilkan produk yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup (Fendy,
2007).
selamat pagi zelviiiiiii...
BalasHapussaya akan mencoba menjawab permasalahan no 3.
Penelitia
n
berkesinambungan
terhadap senyawa bahan alam yang
diikuti
dengan
penentuan
struktur
menghasilkan bermacam
-
macam struktur
dan memiliki arti yang fundamental
karena potensi farmakologinya, dan
digunakan untuk penge
mbangan obat
-
obat baru. Senyawa
-
senyawa bahan alam
yang hampir tak terbatas jumlahnya .
akni umum
nya dengan
biaya murah dan memberikan hasil yang
dapat direproduksi dengan baik.
Selain
itu, sintesis kimia menonjol karena
derivatnya dapat diperoleh dengan baik.
Salah satu pengembangan baru dan
paling penting pada sintesis senyawa
bahan alam dalam beber
apa tahun
terakhir ini adalah sintesis senyawa bahan
alam anti
-
tumor, misalnya Taksol, yang
diperoleh
melalui
semi
sintesis,
Tamoksifen
dan
Karboplatin
sebagaimana juga epotilon
Nama epotilon tersusun dari unit
-
unit ya
ng terdapat didalamnya, yaitu:
e
poksid
a, tiazol, dan k
eton. Epotilon
per
tama kali ditemukan oleh ilmuan
kelompok penelitian bioteknologi (GBF)
Braunschweig yang dipimpin oleh ahli
mikrobiologi Hans Reichenbach dan ahli
kimia Gerhard Höfle
[2,3
]
.
Epotilon
diisolasi dari ekstrak
jaringan jenis
M y c
obakterium So
rangium Sellulosum
So ce 90 yang pertama kali ditemukan
pada tahun
1985 di tepi das
ar sungai
Sambesi, Afrika Sela
tan
[
4
]
.
Ekstrak
jaringan
dari
Myc
obakt
erium
ini
memperlihatkan aktivi
tas biologi dalam
tes skrining yang ses
uai. Struktur
-
struktur
molekul e
potilon telah ditet
apkan dengan
meto
de
s
pektroskopi
dan
analisis
kristalografi sinar
-
X
[
2,3
]
.
Salah
satu
f
enomena
yang
menarik adalah ternyata bahwa walaupun
epotilon dan taksol mempunyai struktur
yang be
rbeda, namun epotilon mengikat
m
ikro
tubulin pada tempat yang sama,
dan
bahkan dapat
mengganti
kan taksol pada
daerah ikatannya
[5,6
]
.
Pada Tubulin
assay’s menunjukkan bahwa epotilon A
(
1
) aktifitasnya sa
ma dengan p
ak
litaksel,
tetapi epotilon B (
2
) ternyata lebih aktif
2000
-
5000 kali
[
4,6
]
. Sejak penemuan
mekanisme aktivit
as taksol, hampir 20
tahu
n yang lalu, epot
ilon m
erupakan
bahan pertama yang mem
perlihatkan efek
stabilisasi mikrotubuli
n
yang sama,
walaupun telah dilakukan penelitian
secara intensif. Perusahaan Merck telah
menyelidiki aktifitas epotilon dan taksol
pada t
ubuli
n
dan mikrotubuli
n
dan
memperlihatkan bahwa terjadinya polimerisasi menurun dari urutan berikut
ini: epotilon B (
2
) > epotilon A (
1
) >
taksol
[
7,8
]
Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1
BalasHapusTramadol HCl adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Tramadol merupakan campuran rasemik 1:1 dari 2 enantiomer, Enantiomer (+) tramadol and Enantiomer (-) nya memiliki potensi berbeda terhadap reseptor opioid dan sisi monoamine uptake (Raffa et al., 1993). Enantiomer ( ) tramadol secara cepat termetabolit menjadi mono-O-desmethyltramadol (M1 metabolite ) yang juga berikatan dengan reseptor opioid (Raffa et al., 1995; Gibson, 1996).
Aksi ini nampak untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
Senyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik. Artinya suatu stereoisomer
akan menjalani reaksi yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup. Bahkan
terkadang suatu stereoisomer akan
menghasilkan produk yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup
Saya akan mencoba menjawab permasalahan 1. Senyawa kiral adalah ketika empat
BalasHapusligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1 yaitu untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
BalasHapusSenyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik.
shinthari9 November 2018 18.39
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab permasalahan no 1
Tramadol HCl adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Tramadol merupakan campuran rasemik 1:1 dari 2 enantiomer, Enantiomer (+) tramadol and Enantiomer (-) nya memiliki potensi berbeda terhadap reseptor opioid dan sisi monoamine uptake (Raffa et al., 1993). Enantiomer ( ) tramadol secara cepat termetabolit menjadi mono-O-desmethyltramadol (M1 metabolite ) yang juga berikatan dengan reseptor opioid (Raffa et al., 1995; Gibson, 1996).
Aksi ini nampak untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
Senyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik. Artinya suatu stereoisomer
akan menjalani reaksi yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup. Bahkan
terkadang suatu stereoisomer akan
menghasilkan produk yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup
No
BalasHapus1. Senyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik.
Saya akan menjawab permasalahan no 2 Penelitian mengenai senyawa
BalasHapuseugenol banyak dilakukan karena sering
dimanfaatkan dalam berbagai industri
sehingga diharapkan dalam penelitian ini
agar didapatkan manfaat metil eugenol
yang lebih optimal sehingga dapat diubah
menjadi bahan dasar untuk pembuatan
senyawa-senyawa yang lebih berdaya
guna salah satunya senyawa 1-(3,4
Dimetoksi Fenil)-2-Propanon yang
merupakan bahan dasar dalam
pembuatan α-metil DOPA. Didalam dunia
kedokteran senyawa α-metil DOPA
digunakan sebagai obat anti Parkinson
(Widowati, 2011).
Senyawa yang analog dengan 1-(3,4-
dimetoksifenil)-2-propanon yaitu 1-(3,4-
metilendioksifenil)-2-propanon telah dapat
buat dari safrol melalui adisi dengan asam
format diikuti dengan hidrolisis dan
oksidasi dengan piridinium klorokromat,
PCC. Metode adisi asam format ini sangat
sederhana untuk dikerjakan dan telah
dicoba untuk metileugenol dalam
pembuatan senyawa dasar 1-(3,4-
dimetoksifenil)-2-propanon yang dari
bahan dasar ini dapat dibuat senyawa
analog L-alfa- metil DOPA (Sohilait dkk,
2005).
Penelitian lain tentang sintesis
metileugenol format yang disintesis
dengan cara formilasi asam format
Andriyani (2008) dan sintesis senyawa 3-
(3,4-dimetoksifenil)-1-propanol yang
disintesis melalui reaksi hidroborasi
metileugenol menggunakan H3B:dietileter
pada suhu 0oC dan kondisi inert untuk
menghasilkan trialkilborana Fatoni (2005),
serta sintesis senyawa 3-(3,4-dimetoksi
fenil)-propanol yang disintesis dengan
reaksi oksidasi menggunakan oksidator
piridinium klorokromat (Ngadiwiyana, dkk,
2007).
Dari sekian banyak turunannya ini
membuktikan bahwa metileugenol dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari cengkeh, terutama
turunannya yang bersifat senyawa yang
kiral dari metileugenol salah satunya yaitu
senyawa (S)-(3,4-dimetoksifenil)-2-
propanol.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan 1. Senyawa kiral adalah ketika empat
BalasHapusligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik.
Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1 yaitu untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
BalasHapusSenyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik.
Aksi ini nampak untuk menghasilkan satu efek analgesik sinergis, dengan enantiomer (+) dari tramadol yang memperlihatkan aktivitas analgesik 10 fold lebih tinggi dibanding enantiomer (-)nya. Enantiomer (-) menghambat reuptake norepinephrine dengan menstimulasi reseptor alpha(2)-adrenergic (Goeringer et al., 1997). Enantiomer (-) tramadol ternyata kira-kira 5-kali lebih kuat untuk menghambat noradrenaline daripada asupan serotonin (IC50 1,6 µmol/L vs 8,6 µmol/L) dan sebaliknya lah yang terjadi untuk Enantiomer (+)nya. Kedua enantiomer diberikan pada aksi analgesik tramadol.
BalasHapusSenyawa kiral adalah ketika empat
ligan yang berbeda terikat kepada karbon
tetravalent, menghasilkan molekul
asimetris yang mana atom karbon sebagai
pusat asimetrisnya. Senyawa kiral
mempunyai jumlah yang cukup besar dari
ribuan bahan kimia yang telah digunakan.
Sebagian masyarakat mungkin kurang
memperhatikan sifat optis suatu senyawa
organik, padahal reaksi kimia dalam
sistem biologis makhluk hidup sangat
stereospesifik. Artinya suatu stereoisomer
akan menjalani reaksi yang berbeda
dengan stereoisomer pasangannya dalam
sistem biologis makhluk hidup.